Friday, October 24, 2008
JANGAN JADI GELAS ( Nice Lesson)
?Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu? ? sang Guru bertanya.
?Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya, ? jawab sang murid muda.
Sang Guru terkekeh. ?Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam.
Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.?
Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
?Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu,? kata Sang Guru. ?Setelah itu coba kau minum airnya sedikit.?
Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.
?Bagaimana rasanya?? tanya Sang Guru.
?Asin, dan perutku jadi mual,? jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.
Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.
?Sekarang kau ikut aku.? Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. ?Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau.?
Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya.
?Sekarang, coba kau minum air danau itu,? kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.
Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya kepadanya, ?Bagaimana rasanya??
?Segar, segar sekali,? kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana . Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah.
Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.
?Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi??
?Tidak sama sekali,? kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.
?Nak,? kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. ?Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.?
Si murid terdiam, mendengarkan.
?Tapi Nak, rasa `asin? dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya ?qalbu?(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau.?
Wednesday, October 22, 2008
Ubahlah Bersama Allah
Oleh: Yusuf Mansur
Tidak ada satu pun manusia yang tidak ingin berubah. Semuanya ingin berubah. Berubah menjadi lebih baik tentunya. Dari punya utang menjadi lunas, dari tidak berjodoh menjadi berjodoh. Dari tidak punya anak, menjadi punya anak. Dari penyakitan, jadi sehat. Dari hidup gelisah, menjadi tenang.
''Saya bosen jadi satpam, Pak Ustadz,'' tutur seorang petugas keamanan di satu pom bensin.
Saya balik tanya, ''Digaji gak?
Dia bilang, ''digaji.''
Saya katakan pada dia, ''Zaman sekarang mah, alhamdulillah masih ada kerjaan dan ada gajinya.''
Tapi dia bersikeras untuk berubah. ''Tujuh tahun saya jadi satpam. Masak gak ada perubahannya?''
''Shalat Asharnya jam berapa tadi?'' kebetulan pertemuan saya dengannya sekitar pukul 17.00.
Dia tertawa, ''Sudah Pak ustadz,'' katanya. ''Barusan.''
''Pantes juga situ lama berubahnya. Ketinggalan terus shalatnya. Sering ya?''
Dia jawab, ''Habis tugasnya begini. Susah untuk shalat tepat waktu. Padahal kata saya mah, tak apa-apa. Bisa kalau mau mengatur mah.''
Saya katakan kepada beliau ini, bahwa rezeki dia tertunda dua jam, andai Ashar adalah pukul 15.00. Dan kalau begini di setiap shalat, maka tertundanya lama sekali. Ibarat adu sprint, maka dia kalah dua jam.
Bayangkan, dalam sehari, lima kali shalat, berarti kalah 10 jam. Dalam sebulan? 300 jam. Dalam setahun? 3.600 jam. ''3.600 jam itu setara dengan 150 hari, atau lima bulan. Lah, selama tujuh tahun, berarti kemajuan situ terlambat 35 bulan atau hampir tiga tahun. Sementara kawan-kawan situ sudah maju, situ masih di tempat saja. Wong jalannya telat tiga tahun. Itu kalau dihitung hanya dari start sejak jadi satpam. Kalau dihitung sejak SMA bagaimana? Atau malah kalau dihitung sejak akil balig? Wuah, makin lama kalahnya.''
Mari kita coba, ubahlah hidup bersama Allah. Langkah pertama, benahi shalat. Kalau sebelumnya suka telat, usahakan tepat waktu. Kalau sebelumnya tidak berjamaah, usahakan berjamaah. Kalau sebelumnya tiada sunah qabliyah ba'diyah, tegakkanlah qabliyah ba'diyah. Syukur-syukur ada tambahan Dhuha dan Tahajjud.
Saya teringat nasihat Mu'allim Syafii Hadzami, ''Benahi sajadah, hidup mah ntar juga benar sendirinya. Lempangi sajadah, insya Allah hidup lempang dengan sendirinya.''
(-)
Koran サ Hikmah
2008-09-12 07:58:00
Ubahlah Bersama Allah (2)
Oleh: Yusuf Mansur
Harus berani sedekah yang besar untuk sebuah perubahan besar yang kita kehendaki.
Pembaca Republika yang dirahmati Allah, pada esai terdahulu kita bicara tentang bagaimana supaya kita berubah. Sudah dibahas di pembahasan pertama bahwa cara mengubah hidup pada kali pertama adalah dengan membenahi shalat. Pada esai sekarang ini, kita bicara tentang sedekah sebagai langkah kedua untuk mereka yang mau berubah.
Petugas keamanan pom bensin yang sudah menyatakan siap memperbaiki shalatnya, saya minta melengkapi ikhtiar menuju perubahan dengan bersedekah. Kira-kira, pertemuan dengan security itu terjadi di pertengahan bulan berjalan.
''Soal shalat, saya siap, Ustadz. Tapi, soal sedekah, ntar katanya"" jelas"" sekali"" bahwa"" itu"" penolakan=""
''Emang mengapa?
''Sudah habis, Ustadz.''
''Memang, berapa gajimu? Kok udah abis aja?''
Dia menjawab, ''Berapa sih penghasilannya sebagai satpam? Cuma Rp 1,7 juta.'' Katanya, ''Hari gini, 1,7 juta kagak berasa.'' Saya berkernyit. ''Mestinya cukup. Pasti, ada yang gak beres barangkali?'' Ternyata benar. Dia ingin gagah. Dia membeli sepeda motor besar dengan cara mengangsur. Angsurannya sebesar Rp 900 ribu.
''Tak ada tabungan sama sekali?'' kejar saya.
Dia menjawab, ''Tidak ada.''
Dia sudah bersedia memperbaiki shalat habis-habisan. Maka, dia kudu melengkapinya dengan sedekah. Sebab, ibarat sandal, sandalnya cuma sebelah. Harus lengkap: shalat dan sedekah.
''Ok, kalau gajian sudah habis, tabungan tidak ada, dan motor pun tidak bisa disedekahkan, bagaimana dengan gaji bulan depan?''
Dia bingung, ''Nanti bulan depan, makan apa kalau gaji diambil dan disedekahkan?''
Ingatlah bahwa Ashshodaqotu tajliibur rizqi, sedekah itu mengundang datangnya rizki. Lagi pula, Innallaaha laa yukhliful mii'aad, Allah Maha Menepati Janji. Allah akan melipatkan dari apa yang kita sedekahkan. Maka, tak perlu ragu untuk bersedekah.
(-)
Koran サ Hikmah
2008-09-19 06:53:00
Ubahlah Bersama Allah (3)
Oleh Yusuf Mansur
Berani menerima tantangan untuk berubah, insya Allah kita akan berubah.
Allah 'menantang' kita untuk memberikan balik rezeki yang diberikan-Nya untuk Allah (baca: bersedekah).
Sesiapa yang bersedia memberi, Allah menyediakan penggantinya; yang lebih banyak, yang lebih baik. Sayang, tidak semua orang berani menerima tantangan-Nya, dan karenanya pula tidak semua bisa menikmati janji Allah.
Juga dalam hal tantangan shalat. Allah tunggu kita di penghujung malam. Sesiapa yang bisa bangun malam, Allah janjikan perubahan derajat, naik ke derajat yang lebih tinggi. Sayang juga, tidak semua orang tahu lalu bersedia bangun malam. Sebagaimana tidak semua orang tahu tentang sedekah lalu berani bersedekah. Khususnya sedekah yang terbaik.
Petugas keamanan yang kita angkat kisahnya sebagai ''orang-orang yang berubah bersama Allah,'' menerima tantangan ini. Di tulisan yang terdahulu, saya membacakan ayat-ayat Allah padanya; ayat-ayat tentang shalat dan sedekah.
Subhanallah, sekuriti ini menyambut tantangan tersebut. ''Innamal mu'minuunal ladziina idzaa dzukirallaahu wajilat quluubuhum'', sesungguhnya mereka yang beriman ialah yang ketika diingatkan akan ayat-ayat Allah bergetar hatinya.''
Maka, ia siap kasbon gaji bulan depan dan disedekahkan. Dia tidak pasrah pada janji Allah, tapi yakin pada janji itu.
Shalatnya juga dibenahi. Ia menjaga supaya shalat dilakukan berjamaah, ada qabliyah ba'diyah, dan sebisa mungkin melakukan duha, tahajud, dan witir. Saya menambahkan satu hadis, ''Awtiruu, witirlah kalian fa-illam tawtiruu, barang siapa yang tidak witir, falaisan minnii, maka ia bukan dari golonganku.'' (Muttafaq 'Alaih).
Pembaca Republika yang dirahmati Allah, insya Allah kita akan menemukan jawaban ''Berubah Bersama Allah'' ini pekan depan. Kita akan menemukan jawaban bahwa janji Allah itu benar adanya.
(-)
Koran サ Hikmah
2008-09-26 07:26:00
Ubahlah Bersama Allah (4 - Terakhir)
Oleh: Yusuf Mansur
Sedekah adalah janji Allah
Dan Allah tidaklah pernah ingkar janji
Di tulisan terdahulu, si satpam yang kepengen berubah dengan jalan shalat dan sedekah, akhirnya benar-benar menempuh dua jalan itu. Khusus sedekah, ia akhirnya kasbon Rp 1,7 juta. Kasbon untuk sedekah.
''Dikasih?'' tanya saya. Semula tidak, begitu kata dia. Dia malah dinasihati bosnya, kalau sedekah seadanya saja. Perubahan harus pelan-pelan, jangan memaksakan kehendak, nanti kecewa.
''Saya sudah kenceng ingin sedekah. Masak iya Allah bohong. Lagian, sekali-kalilah berani sedekah yang besar,'' jawabnya pada sang bos. Permintaan kasbon satpam ini diloloskan.
Saudaraku, sedekah memang janji Allah. Saya ceritakan di kisah ini, bahwa kisah ini terjadi kira-kira di pertengahan bulan. Ia memang harus kasbon, sebagaimana biasanya. Tapi, kali ini ia pertaruhkan kasbon-nya untuk Allah.
Selang beberapa hari, saya dikabari bahwa istri sang satpam yang bersedekah itu kecipratan rezeki penjualan tanah di kampungnya. Pulang kampung sejenak, sang istri pulang dengan membawa uang Rp 17,5 juta, 10 kali lipat dari uang yang disedekahkan!
Buat apa uang itu? Ia ambil Rp 5 juta saja, sisanya diserahkan pada ibunya untuk tambahan biaya naik haji.
Peristiwa ini kemudian menarik perhatian bosnya. Di bulan berikutnya, atau dua bulan sejak ia sedekah dengan ber-kasbon, bosnya memindahkan ia ke bagian keuangan, dengan gaji naik menjadi Rp 2,5 juta per bulan. Subhanallah! Allahlah Pemilik Rahasia dan Pemilik Jalan.
Saudaraku, satpam sahabat kita itu membuktikan bahwa janji Allah adalah pasti. Pemilik sekalian alam ini tak pernah mengingkari janji-Nya sejengkal pun. Apakah kisah satpam ini hanya jadi kisah belaka? Atau, akan jadi uswatun hasanah? Semoga kita bisa mengambil pelajaran
Tuesday, October 14, 2008
PRINSIP 90/10 buat "Kompor Mleduk"
- 10% dari hidup anda terjadi karena apa yang langsung anda alami.
- 90% dari hidup anda ditentukan dari cara anda bereaksi.
Apa maksudnya ?
Anda tidak dapat mengendalikan 10% dari kondisi yang terjadi pada diri anda.
Contohnya :
Anda tidak dapat menghindar dari kemacetan. Pesawat terlambat datang dan hal ini akan membuang seluruh schedule anda. Kemacetan telah menghambat seluruh rencana anda. Anda tidak dapat mengontrol kondisi 10% ini.
Tetapi beda dengan 90% lainnya. Anda dapat mengontrol yang 90% ini.
Bagaimana caranya ? …. Dari cara reaksi anda !!
Anda tidak dapat mengontrol lampu merah, tetapi anda dapat mengontrol reaksi anda.
Marilah kita lihat contoh dibawah ini :
Kondisi 1
Anda makan pagi dengan keluarga anda. Anak anda secara tidak sengaja menyenggol cangkir kopi minuman anda sehingga pakaian kerja anda tersiram kotor. Anda tidak dapat mengendalikan apa yang baru saja terjadi.
Reaksi anda :
Anda bentak anak anda karena telah menjatuhkan kopi ke pakaian anda. Anak anda akhirnya menangis. Setelah membentak, anda menoleh ke istri anda dan mengkritik karena telah menaruh cangkir pada posisi terlalu pinggir diujung meja.
Akhirnya terjadi pertengkaran mulut. Anda lari ke kamar dan cepat-cepat ganti baju. Kembali ke ruang makan, anak anda masih menangis sambil menghabiskan makan paginya. Akhirnya anak anda ketinggalan bis.
Istri anda harus secepatnya pergi kerja. Anda buru-buru ke mobil dan mengantar anak anda ke sekolah. Karena anda telat, anda laju mobil dengan kecepatan 70 km/jam padahal batas kecepatan hanya boleh 60 km/jam.
Setelah terlambat 15 menit dan terpaksa mengeluarkan kocek Rp 600.000,- karena melanggar lalu lintas, akhirnya anda sampai di sekolah. Anak anda secepatnya keluar dari mobil tanpa pamit.
Setelah tiba di kantor dimana anda telat 20 menit, anda baru ingat kalau tas anda tertinggal di rumah.
Hari kerja anda dimulai dengan situasi buruk. Jika diteruskan maka akan semakin buruk. Pikiran anda terganggu karena kondisi di rumah.
Pada saat tiba di rumah, anda menjumpai beberapa gangguan hubungan dengan istri dan anak anda.
Mengapa ? … Karena cara anda bereaksi pada pagi hari.
Mengapa anda mengalami hari yang buruk ?*
1. Apakah penyebabnya karena kejatuhan kopi ?
2. Apakah penyebabnya karena anak anda ?
3. Apakah penyebabnya karena polisi lalu lintas ?
4. Apakah anda penyebabnya ?
Jawabannya adalah No. 4 yaitu penyebabnya adalah anda sendiri !!
Anda tidak dapat mengendalikan diri setelah apa yang terjadi pada cangkir kopi. Cara anda bereaksi dalam 5 detik tersebut ternyata adalah penyebab hari buruk anda.
Berikut adalah contoh yang sebaiknya atau seharusnya anda sikapi.
Kondisi 2
Cairan kopi menyiram baju anda. Begitu anak anda akan menangis, anda berkata lembut : "Tidak apa-apa sayang, lain kali hati-hati ya." Anda ambil handuk kecil dan lari ke kamar. Setelah mengganti pakaian dan mengambil tas, secepatnya anda menuju jendela ruang depan dan melihat anak anda sedang naik bis sambil melambaikan tangan ke anda. Anda kemudian mengecup lembut pipi istri anda dan mengatakan : "Sampai jumpa makan malam nanti."
Anda datang ke kantor 5 menit lebih cepat dan dengan muka cerah menegur staff anda. Bos anda mengomentari semangat dan kecerahan hari anda di kantor.
Apakah anda melihat perbedaan kedua kondisi tersebut ?
2 (dua) skenario berbeda, dimulai dengan kondisi yang sama, diakhiri dengan
kondisi berbeda.
Mengapa ?
Ternyata penyebabnya adalah dari cara anda bereaksi !
Anda tidak dapat mengendalikan 10% dari yang sudah terjadi. Tetapi yang 90% tergantung dari reaksi anda sendiri.
Ini adalah cara untuk menerapkan prinsip 90/10. Jika ada orang yang mengatakan hal buruk tentang anda, jangan cepat terpancing.
Biarkan serangan tersebut mengalir seperti air di gelas. Anda jangan membiarkan komentar buruk tersebut mempengaruhi anda.
Jika beraksi seadanya atau salah reaksi maka akan menyebabkan anda: kehilangan teman, dipecat, stress dan lain-lain yang merugikan.
Bagaimana reaksi anda jika mobil anda mengalami kemacetan dan terlambat masuk kantor ? Apakah anda akan marah ? Memukul stir mobil ? Memaki-maki ? Apakah tekanan darah anda akan naik cepat ?
Siapa yang peduli jika anda datang telat 10 detik ? Kenapa anda biarkan kondisi tersebut merusak hari anda ?
Cobalah ingat prinsip 90/10 dan jangan khawatir, masalah anda akan cepat terselesaikan.
Contoh lain :
- Anda dipecat.
Mengapa anda sampai tidak bisa tidur dan khawatir ?
Suatu waktu akan ada jalan keluar. Gunakan energi dan waktu yang hilang karena kekhawatiran tersebut untuk mencari pekerjaan yang lain.
- Pesawat terlambat.
Kondisi ini merusak seluruh schedule anda. Kenapa anda marah-marah kepada petugas tiket di bandara ? Mereka tidak dapat mengendalikan terhadap apa yang terjadi. Kenapa harus stress ? Kondisi ini justru akan memperburuk kondisi anda. Gunakan waktu anda untuk mempelajari situasi, membaca buku yang anda bawa, atau mengenali penumpang lain.
Sekarang anda sudah tahu prinsip 90/10. Gunakanlah dalam aktivitas harian anda dan anda akan kagum atas hasilnya. Tidak ada yang hilang dan hasilnya sangat menakjubkan.
Sudah berjuta-juta orang menderita akibat stress, masalah berat, cobaan hidup dan sakit hati yang sebenarnya hal ini dapat diatasi jika kita mengerti cara menggunakan prinsip 90/10.
Monday, October 13, 2008
Lokasi Ziarah di Jakarta
HABIB HUSEIN
Dilahirkan di YAMAN tepatnya didaerah HADRALMAUT pada tahun 1716 M beliau seorang anak yatim dan anak dari Syech Habib ABU BAKAR ALAYDRUS.Datang ketanah Jawa tepatnya didaerah Pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1736 M, beliau adalah salah seorang penyebar agama Islam didaerah Betawi serta ditakuti oleh Tentara Belanda pada masa itu, Beliau meninggal pada usia ± 40 Tahun tepatnya tahun 1756 pada hari Kamis 17 Ramadhan.
RIWAYAT KAMP. LUAR BATANG
Pada saat Habib HUSEIN meninggal tahun 1756 ada peraturan dari Belanda bahwa setiap pendatang yang meninggal harus dimakamkan didaerah Tanah Abang, maka jenazah beliau dibawa kesana memakai kurung batang akan tetapi pada saat akan dimakamkan dan kerung batang dibuka ternyata jenazah Habib HUSEIN tidak ada akan tetapi jenazah tetap berada di Sunda Kelapa dan sudah dilakukan sebanyak 3 kali maka diputuskan jenazah dimakamkan di lokasi pelabuhan Sunda kelapa dan sampai sekarang kampung tersebut terkenal dengan sebutan Keramat Kampung Luar batang.
= Evik =
Perjalan berikutnya yaitu ke Rumah Si Pitung di Marunda dan Masjid tertua di Jakarta yaitu Masjid Al Alam berikut adalah sejarahnya
SEJARAH MESJID AL’ALAM
MESJID AL’ALAM DIBANGUN OLEH FATAHILAH DIBANTU OLEH PARA WALIYULLAH PADA TAHUN 1527 YAITU UNTUK MENGHADANG PASUKAN TENTARA PORTUGIS YANG AKAN MENYERANG BATAVIA, PERLU JUGA DIKETAHUI MESJID AL’ALAM INI DIBANGUN DALAM TEMPO 1 ( SATU ) HARI DAN TERKENAL DENGAN NAMA MESJID SIPITUNG.
RUMAH PITUNG
SEKITAR ± 100 METER TERDAPAT RUMAH BERBENTUK JOGLO, DULUNYA RUMAH INI MILIK SEORANG SAUDAGAR KAYA BERNAMA H. SYAFIUDDIN, DIRUMAH INILAH SOSOK JAGOAN BETAWI BERNAMA PITUNG DENGAN KAWAN-KAWANNYA BERSEMBUNYI DARI KEJARAN TENTARA KOMPENI BELANDA. DIMESJID AL’ALAM & DIRUMAH INILAH PITUNG DKK MENGASAH ILMU BATIN DAN MENGATUR STRATEGI MELAWAN TENTARA KOMPENI BELANDA
Dirumah Si pitung inilah kami bertemu dengan satu-satunya keturunan H. Syafiuddin yaitu Bapak Farhan, beliau inilah yang mengurus rumah sipitung sampai sekarang, sayang beliau kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat, saat ini beliau hanya digaji sebagai honorer untuk mengurus rumah tersebut padahal perawatan rumah tersebut cukup besar biayanya dan dia hanya mengandalkan dari keikhlasan para penjiarah saja.
Dan yang terkahir kami ke Makam Pangeran Djakerta atau Pangeran Jayakarta di Jatinegara Kaum. Disinilah perjalan 1 hari kami berkahir semoga bisa melanjutkan ke tempat jiarah lainnya di luar kota Jakarta..................Om bay